CNG.online: - Departemen Politik CSIS Philips J Vermonte mengatakan, sistem kinerja partai adalah satu-satunya hal yang sama sekali belum berubah sejak era reformasi bergulir 15 tahun silam. Menurut dia, parpol saat ini masih banyak yang dikuasai segelintir individu.
"Di mana hal itu mencerminkan bagaimana parpol belum berubah saat masyarakat sudah semakin demokratis," kata Philips dalam diskusi 'Partai Amanat Nasional : Siapa Ketua Umum PAN 2015-2020 dan Apa Pekerjaan Rumah Mereka?', di kantor Pakarti Center, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Kamis (26/2).
Acara ini merupakan paparan dari rangkaian Hasil Sensus Nasional Partai Politik yang dilakukan CSIS dan Cyrus Network, kepada empat partai besar nasional, yaitu Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Demokrat (PD), Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Philips mengatakan, ada pola mistifikasi personal yang begitu membudaya di dalam sistem dari sejumlah parpol yang ada saat ini, terutama yang mulai eksis sejak era reformasi '98. Hal itu dapat dilihat dari penokohan di dalam sistem, sehingga proses demokrasi seakan terhambat.
Dirinya juga menekankan bahwa sebenarnya, kinerja partai politik itu bisa berkembang karena potensi kinerja strukturnya di daerah. Di mana merekalah pihak yang terjun langsung kepada konstituennya dan memahami aspirasi mereka.
"Ada tren aklamasi di dalam pergantian pimpinan partai, yang sudah menjadi kultus dari partai tersebut. Sehingga, regenerasi partai menjadi tidak berjalan, karena sekjennya telah berulang kali ganti, tapi pimpinannya masih orang yang sama," kata Philips.
"Padahal, ada aspek yang juga harus diperhatikan, di mana dinamika partai itu biasanya terjadi di tingkat provinsi, karena merekalah yang harus menyerap aspirasi konstituen dan menyalurkannya dalam politik formal di DPR," imbuhnya.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Ahok bantah minta perlindungan Wiranto soal hak angket di DPRD. CNG.online: - Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) membantah telah melakukan safari politik untuk mengamankan posisinya. Dia mengaku sudah lama tidak bertemu dengan Ketua Umum Partai Hanura, Wiranto.
"Tidak. Saya dari dulu sama Pak Wiranto baik saja. Terkait ini belum sempat bertemu. Terakhir bertemu Pak Wiranto sebelumnya Munas," jelasnya di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (26/2).
Menurutnya pembicaraan tersebut tidak perlu digubris. Sebab dia sendiri tak mau ambil pusing mengenai polemik dalam pembahasan APBD DKI Jakarta 2015, dan safari politik sangat tidak mungkin dilakukan.
"Tidak mungkin ada komunikasi. Ini sudah beda prinsip," kilahnya.
Bahkan rencana pengajuan hak angket oleh DPRD diserahkan kepada warga Jakarta untuk menilai, karena mantan Bupati Belitung Timur ini telah membeberkan beberapa anggaran siluman yang dimasukan dalam APBD DKI Jakarta 2015.
"Biar masyarakat saja yang menilai mana yang lebih pantas menyusun anggaran. Itu saja sih. Pantas tidak saya tanya satu kelurahan menghabiskan Rp 4,2 miliar untuk membeli UPS?" tutup Ahok.
Sebelumnya, Sekretaris DPD Partai Hanura DKI Jakarta Veri Younevil mengatakan, Ahok melakukan safari politik untuk meminta pembatalan hak angket. Bahkan, dia mengakui, mantan Bupati Belitung Timur ini bertemu dengan Ketua Umum Hanura Wiranto.
"Ahok sudah bertemu dengan seluruh Ketum termasuk Pak Wiranto," katanya di Gedung DPRD DKI Jakarta, Kamis (26/2).
Dia menceritakan, Ahok dalam pertemuan itu meminta dukungan Wiranto untuk membatalkan rencana pengajuan hak angket. Sehingga DPP memberikan perintah kepada anggotanya di DPRD DKI Jakarta untuk mengurungkan niatnya.
"Tapi waktu itu Pak Wiranto menyerahkan seluruh keputusan kepada fraksi di DPRD DKI. Sebab kami sebelumnya sudah menjelaskan kepada beliau terkait itu," ujarnya.
Veri mengatakan, seluruh fraksi termasuk koalisi Indonesia hebat (KIH) telah berkonsultasi terlebih dahulu dengan ketum masing-masing soal rencana DPRD DKI yang akan menggunakan hak angket. "PDIP, NasDem, Hanura dan sudah menyampaikan dan menjelaskan kepada ketum masing-masing, dan mereka semuanya menyerahkan kepada masing-masing fraksi," tutupnya.
"Di mana hal itu mencerminkan bagaimana parpol belum berubah saat masyarakat sudah semakin demokratis," kata Philips dalam diskusi 'Partai Amanat Nasional : Siapa Ketua Umum PAN 2015-2020 dan Apa Pekerjaan Rumah Mereka?', di kantor Pakarti Center, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Kamis (26/2).
Acara ini merupakan paparan dari rangkaian Hasil Sensus Nasional Partai Politik yang dilakukan CSIS dan Cyrus Network, kepada empat partai besar nasional, yaitu Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Demokrat (PD), Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Philips mengatakan, ada pola mistifikasi personal yang begitu membudaya di dalam sistem dari sejumlah parpol yang ada saat ini, terutama yang mulai eksis sejak era reformasi '98. Hal itu dapat dilihat dari penokohan di dalam sistem, sehingga proses demokrasi seakan terhambat.
Dirinya juga menekankan bahwa sebenarnya, kinerja partai politik itu bisa berkembang karena potensi kinerja strukturnya di daerah. Di mana merekalah pihak yang terjun langsung kepada konstituennya dan memahami aspirasi mereka.
"Ada tren aklamasi di dalam pergantian pimpinan partai, yang sudah menjadi kultus dari partai tersebut. Sehingga, regenerasi partai menjadi tidak berjalan, karena sekjennya telah berulang kali ganti, tapi pimpinannya masih orang yang sama," kata Philips.
"Padahal, ada aspek yang juga harus diperhatikan, di mana dinamika partai itu biasanya terjadi di tingkat provinsi, karena merekalah yang harus menyerap aspirasi konstituen dan menyalurkannya dalam politik formal di DPR," imbuhnya.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Ahok bantah minta perlindungan Wiranto soal hak angket di DPRD. CNG.online: - Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) membantah telah melakukan safari politik untuk mengamankan posisinya. Dia mengaku sudah lama tidak bertemu dengan Ketua Umum Partai Hanura, Wiranto.
"Tidak. Saya dari dulu sama Pak Wiranto baik saja. Terkait ini belum sempat bertemu. Terakhir bertemu Pak Wiranto sebelumnya Munas," jelasnya di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (26/2).
Menurutnya pembicaraan tersebut tidak perlu digubris. Sebab dia sendiri tak mau ambil pusing mengenai polemik dalam pembahasan APBD DKI Jakarta 2015, dan safari politik sangat tidak mungkin dilakukan.
"Tidak mungkin ada komunikasi. Ini sudah beda prinsip," kilahnya.
Bahkan rencana pengajuan hak angket oleh DPRD diserahkan kepada warga Jakarta untuk menilai, karena mantan Bupati Belitung Timur ini telah membeberkan beberapa anggaran siluman yang dimasukan dalam APBD DKI Jakarta 2015.
"Biar masyarakat saja yang menilai mana yang lebih pantas menyusun anggaran. Itu saja sih. Pantas tidak saya tanya satu kelurahan menghabiskan Rp 4,2 miliar untuk membeli UPS?" tutup Ahok.
Sebelumnya, Sekretaris DPD Partai Hanura DKI Jakarta Veri Younevil mengatakan, Ahok melakukan safari politik untuk meminta pembatalan hak angket. Bahkan, dia mengakui, mantan Bupati Belitung Timur ini bertemu dengan Ketua Umum Hanura Wiranto.
"Ahok sudah bertemu dengan seluruh Ketum termasuk Pak Wiranto," katanya di Gedung DPRD DKI Jakarta, Kamis (26/2).
Dia menceritakan, Ahok dalam pertemuan itu meminta dukungan Wiranto untuk membatalkan rencana pengajuan hak angket. Sehingga DPP memberikan perintah kepada anggotanya di DPRD DKI Jakarta untuk mengurungkan niatnya.
"Tapi waktu itu Pak Wiranto menyerahkan seluruh keputusan kepada fraksi di DPRD DKI. Sebab kami sebelumnya sudah menjelaskan kepada beliau terkait itu," ujarnya.
Veri mengatakan, seluruh fraksi termasuk koalisi Indonesia hebat (KIH) telah berkonsultasi terlebih dahulu dengan ketum masing-masing soal rencana DPRD DKI yang akan menggunakan hak angket. "PDIP, NasDem, Hanura dan sudah menyampaikan dan menjelaskan kepada ketum masing-masing, dan mereka semuanya menyerahkan kepada masing-masing fraksi," tutupnya.
No comments:
Post a Comment